Anak Didik Tiang Kecerdasan Suatu Bangsa
* Setiap Anak Itu Cerdas.
- Setiap anak punya salah satu dari sekian banyak jenis kecerdasan/Multiple Intelligences (HOWARD GARDNER).
- Kecerdasan : hasil pengalaman dan perilaku berulang.
- Kecerdasan dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan.
- Kecerdasan bersifat dinamis dan berkembang menurut pola kebiasaan.
- Kecerdasan didasarkan pada asas manfaat sehingga tidak sama dengan hasil tes.
- Kecerdasan adalah pemecahan masalah dan kreativitas
"Aku telah kenyang belajar politik dan perang. Beri putra-putri kita kebebasan untuk belajar matematika dan filsafat, juga belajar melukis, menulis, berpuisi, bermain musik, arsitektur, mematung, merajut, dan membuat keramik". JOHN ADAMS ( 1735 - 1826 ).
"Anak yang terlahir dari orangtua miskin dan buta huruf punya potensi untuk menjadi genius, setidaknya menjadi cerdas pada bidangnya. Sebaliknya, hal yang sama juga bisa terjadi pada anak yang terlahir dari orangtua kaya-raya dan terpelajar. Dia juga berpotensi untuk menjadi genius pada bidang spesifikasinya. Lebih jauh lagi, kita harus menyetujui behwa kecerdasan itu bukan tunggal, melainkan jamak, serta tak berhubungan dengan peringkat/ranking kelas dan Indeks Prestasi Komulatif (IPK).gg
Menurut Daniel Goleman, dalam bukunya berjudul "EMOTIONAL QUOTIENT"
"bahwa banak orang dengan IQ amat rendah pada akhirnya mendapat pekerjaan-pekerjaan amat kasar dan orang-orang dengan IQ tinggi cenderung menjadi pegawai bergaji besar -- tetapi tidak selalu demikian".
Setiap anak adalah cerdas merupakan fakta. Kecerdasan bersifat dinamis dan tidak statis, tidak sempit, serta dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya. Kecerdasan tidak bersifat rasialis, bukan semata faktor genetis karena sesuai fitrah kemanusiaan. Oleh karena itu, setiap anak berpotensi cerdas. Setiap ranah kecerdasan punya potensi untuk berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan yang melingkupinya.
Dengan demikian, sekali lagi, dan ingin saya tegaskan, bahwa tidak ada kecerdasan yang lebih baik karena semuanya punya nilai manfaat terhadap kehidupan. Kecerdasan yang jamak itu dimiliki oleh setiap insan manusia sehingga setiap anak adalah cerdas.
Kecerdasan adalah sebuah perilaku pembelajaran yang berulang-ulang sehingga seseorang terbiasa atas pembelajaran itu. Dengan demikian, pada dasarnya, kecerdasan merupakan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan memunculkan kreativitas, bukan hanya dari nilai hasil tes ujian saja, seperti yang ditegaskan oleh Gardner. Intinya saling berkesinambungan antara faktor satu dengan yang lainnya dan bukan satu hal saja. Pada dasarnya, setiap anak didik memiliki jenis kecerdasan lain yang tidak diperhitungkan. Sehingga, tanpa kita sadari, terbentuk anggapan bahwa siswa yang gagal pada tes masuk adalah siswa bodoh. Anggapan ini kemudian terkristal menjadi paradigma umum di masyarakat bahwa siswa yang berhasil lulus pada seleksi tes masuk adalah siswa pintar.
Jika proses ini terjadi terus menerus, paradigma masyarakat pendidikan tentang istilah sekolah unggul menjadi rancu. Sekolah unggul adalah sekolah yang menekankan pada kualitas kegiatan belajar-mengajar , kriteria kemampuannya tidak hanya kognitif, tetapi juga kemampuan lain seperti menggambar, seni, olahraga, atau ketrampilan psikomotorik dan afektif.
Anak berkebutuhan khusus dan bermasalah pun layak diterima. Sekolah itu ibarat bengkel yang bertugas memperbaiki/mendidik semua siswa. Fungsi sekolah seperti bengkel bertujuan mendidik sisea dari belum mampu menjadi mampu, tidak bisa apa-apa menjadi mengerti apa-apa, atau belum berakhlak menjadi berakhlak.
- Setiap anak punya salah satu dari sekian banyak jenis kecerdasan/Multiple Intelligences (HOWARD GARDNER).
- Kecerdasan : hasil pengalaman dan perilaku berulang.
- Kecerdasan dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan.
- Kecerdasan bersifat dinamis dan berkembang menurut pola kebiasaan.
- Kecerdasan didasarkan pada asas manfaat sehingga tidak sama dengan hasil tes.
- Kecerdasan adalah pemecahan masalah dan kreativitas
"Aku telah kenyang belajar politik dan perang. Beri putra-putri kita kebebasan untuk belajar matematika dan filsafat, juga belajar melukis, menulis, berpuisi, bermain musik, arsitektur, mematung, merajut, dan membuat keramik". JOHN ADAMS ( 1735 - 1826 ).
"Anak yang terlahir dari orangtua miskin dan buta huruf punya potensi untuk menjadi genius, setidaknya menjadi cerdas pada bidangnya. Sebaliknya, hal yang sama juga bisa terjadi pada anak yang terlahir dari orangtua kaya-raya dan terpelajar. Dia juga berpotensi untuk menjadi genius pada bidang spesifikasinya. Lebih jauh lagi, kita harus menyetujui behwa kecerdasan itu bukan tunggal, melainkan jamak, serta tak berhubungan dengan peringkat/ranking kelas dan Indeks Prestasi Komulatif (IPK).gg
Menurut Daniel Goleman, dalam bukunya berjudul "EMOTIONAL QUOTIENT"
"bahwa banak orang dengan IQ amat rendah pada akhirnya mendapat pekerjaan-pekerjaan amat kasar dan orang-orang dengan IQ tinggi cenderung menjadi pegawai bergaji besar -- tetapi tidak selalu demikian".
Setiap anak adalah cerdas merupakan fakta. Kecerdasan bersifat dinamis dan tidak statis, tidak sempit, serta dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya. Kecerdasan tidak bersifat rasialis, bukan semata faktor genetis karena sesuai fitrah kemanusiaan. Oleh karena itu, setiap anak berpotensi cerdas. Setiap ranah kecerdasan punya potensi untuk berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan yang melingkupinya.
Dengan demikian, sekali lagi, dan ingin saya tegaskan, bahwa tidak ada kecerdasan yang lebih baik karena semuanya punya nilai manfaat terhadap kehidupan. Kecerdasan yang jamak itu dimiliki oleh setiap insan manusia sehingga setiap anak adalah cerdas.
Kecerdasan adalah sebuah perilaku pembelajaran yang berulang-ulang sehingga seseorang terbiasa atas pembelajaran itu. Dengan demikian, pada dasarnya, kecerdasan merupakan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan memunculkan kreativitas, bukan hanya dari nilai hasil tes ujian saja, seperti yang ditegaskan oleh Gardner. Intinya saling berkesinambungan antara faktor satu dengan yang lainnya dan bukan satu hal saja. Pada dasarnya, setiap anak didik memiliki jenis kecerdasan lain yang tidak diperhitungkan. Sehingga, tanpa kita sadari, terbentuk anggapan bahwa siswa yang gagal pada tes masuk adalah siswa bodoh. Anggapan ini kemudian terkristal menjadi paradigma umum di masyarakat bahwa siswa yang berhasil lulus pada seleksi tes masuk adalah siswa pintar.
Jika proses ini terjadi terus menerus, paradigma masyarakat pendidikan tentang istilah sekolah unggul menjadi rancu. Sekolah unggul adalah sekolah yang menekankan pada kualitas kegiatan belajar-mengajar , kriteria kemampuannya tidak hanya kognitif, tetapi juga kemampuan lain seperti menggambar, seni, olahraga, atau ketrampilan psikomotorik dan afektif.
Anak berkebutuhan khusus dan bermasalah pun layak diterima. Sekolah itu ibarat bengkel yang bertugas memperbaiki/mendidik semua siswa. Fungsi sekolah seperti bengkel bertujuan mendidik sisea dari belum mampu menjadi mampu, tidak bisa apa-apa menjadi mengerti apa-apa, atau belum berakhlak menjadi berakhlak.
Comments
Post a Comment